Selamat Datang di Blog Ikatan Keluarga Besar pesantren Modern Kulni

11 Agustus 2011

Ikatan Keluarga Besar Pesantren Modern Kulni



Ikatan Keluarga Besar Pesantren Modern Kulni (Ikbani) adalah sebuah Organisasi



untuk di edit yah :)

Read More..

06 Juni 2009

Fungsi Otak Kanan dan Kiri

Perbedaan teori fungsi otak kanan dan otak kiri telah populer sejak tahun 1960. Seorang peneliti bernama Roger Sperry menemukan bahwa otak manusia terdiri dari 2 hemisfer (bagian), yaitu otak kanan dan otak kiri yang mempunyai fungsi yang berbeda. Atas jasanya ini beliau mendapat hadiah Nobel pada tahun 1981. Selain itu dia juga menemukan bahwa pada saat otak kanan sedang bekerja maka otak kiri cenderung lebih tenang, demikian pula sebaliknya. Otak kanan berfungsi dalam hal persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik dan warna. Daya ingat otak kanan bersifat panjang (long term memory). Bila terjadi kerusakan otak kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak yang terganggu adalah kemampuan visual dan emosi misalnya.

Otak kiri berfungsi dalam hal perbedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika. Daya ingat otak kiri bersifat jangka pendek (short term memory). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa dan matematika.
Walaupun keduanya mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi setiap individu mempunyai kecenderungan untuk mengunakan salah satu belahan yang dominan dalam menyelesaikan masalah hidup dan pekerjaan. Setiap belahan otak saling mendominasi dalam aktivitas namun keduanya terlibat dalam hampir semua proses pemikiran.
Fungsi Otak Kiri
Kedua belahan otak yang dimiliki manusia merupakan dua bagian yang tidak terpisah tanpa ada hubungan. Kedua belahan otak tersebut tetap saja memiliki hubungan (koneksi), walaupun setiap belahan otak bentunya memiliki fungsi yang berbeda satu dengan yang lain. Proses berpikir otak kiri bersifat: logis, linier (searah), rasional, sistematis, dan detail.
1.Logis: Logis merupakan suatu cara berpikir di mana bentuk dari berpikir itu sudah terpola dengan baku. Sebuah kesimpulan dalam cara berpikir logik didapat melalui suatu proses yang taat/terikat pada pola tersebut. Misalnya ada sebuah pernyataan bahwa semua manusia pasti mati (premis mayor). Kemudian ada pernyataan berikutnya yang mengatakan bahwa Tono adalah manusia (premis minor). Dari dua pernyataan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Tono pasti mati. Pada cara berpikir logis, sebuah kesimpulan didapat melalui sebuah penalaran yang sudah berpola.
2.Linier: Linier merupakan suatu cara berpikir di mana apa yang dipikirkan selalu searah. Misalnya apabila kita masuk ke dalam suatu ruangan yang gelap maka kita tidak akan dapat melihat, semakin gelap maka semakin tidak dapat melihat. Berpikir linier selalu melihat suatu hubungan berjalan searah.
3.Rasional: Rasional merupakan berpikir dengan menggunakan rasio sebagai dasar berpikirnya. Ide atau gagasan yang diperoleh didapat melalui suatu proses pertama informasi di tangkap oleh indera, kemudian diolah di otak, dihubungkan dengan pengetahuan sebelumnya, kemudian menghasilkan sebuah ide atau gagasan. Ini berbeda dengan berpikir intuitif di mana ide atau gagasan tiba-tiba muncul entah dari mana asalnya.
4.Sistematis: Sistematis merupakan proses berpikir di mana berpikir merupakan tahapan, dari tahap yang paling awal, kemudian, dan akhir. Dalam berpikir sistematis tidak diperkenan melewati satu tahapan dalam berpikir (loncat-loncat).
5.Detail: Berpikir detail merupakan berpikir di mana apa yang kita pikirkan kita bagi pada bagian yang rinci. Kemudian kita telaah secara spesifik dan mendalam.
Read More..

Dzikir, Fikir & Ikhtiar sebagai Pilar Kemandirian Bangsa

Sumber: www.ucusofyan.blogspot.com


“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Qs: Al – Jumuah 10)

Tiga milyar lebih jumlah penduduk bumi ini dengan berbagai temperamental dan kepercayaannya masing – masing, tentunya mengharapkan hidup bahagia di dunia dan sebagian juga mengharapkan lebih, bahagia di kehidupan setelah mati (bagi mereka yang mempercayainya). Setiap harinya terlihat ribuan manusia dari berbagai kasta bertebaran mencari rizki dengan berbagai konsep dan gaya berfikir tentang pandangan terhadap harta kekayaan. Tentunya pula mereka mengharapkan kebaikan dari harta yang telah didapatkannya.

Dalam kehidupan islam, konsep tentang harta adalah berfikiran agar bagaimana harta tersebut sebagai penolong baginya dan bukan menjadi abdi harta.. dari pemikiran ini timbul suatu konsep bahwa harta hanyalah virtual goods namun islam pun memberikan perintah bahwa harta dianjurkan dimiliki. Sehingga jika ditarik benang merahnya, bukan seberapa besar harta dimiliki oleh seorang muslim, melainkan bagaimana orang muslim itu memandang harta kekayaan yang dimilikinya.
Masa depan Indonesia yang diprediksi oleh para pakar akan makmur tahun 2030 kesana, tentunya kita berfikir mengapa hal tersebut dapat terjadi? Apakah nalar intelektual Indonesia tidak dapat dikembangkan untuk mengubah paradigma berfikir? Disinilah peranan penting spiritual yang harus dipupuk. Seperti di Negara kapitalis, konsep harta adalah tumpuk dan tidak ingat akan orang lain yang terpenting semua ambisi yang ada dapat terpenuhi (walau pada hakikatnya, nafsu tersebut tiada batasnya) sehingga menyebabkan faham kapitalsime lambat laun memperlihatkan wujud aslinya, kebusukan dan kenistaan terhadap sosio-ekonomi.
Jika prediksi pakar tentang kemakmuran itu benar, sungguh generasi sekarang adalah pendosa besar, menyebabkan janin yang terlahir ke dunia ini memandang dunia bukan tempat hidup yang layak karena penuh dusta dan amarah. Kita tidak mungkinmenyalahkan konsep ketuhanan yang katanya tuhan adalah maha penolong. Namun disinilah kita sudah harus meng-evolusi pemikiran, penolong bukan berarti ketika seorang manusia merasakan lapar ia akan mendapatkan begitu saja mendapatkan makanan Cuma – Cuma dari langit. Namun ia harus berusaha terlebih dahulu karena penolong buka berarti menciptakan ssuatu mukzizat, tetapi ialah sebagai penentu dari hasil usaha manusia.
Dzikir, Penghubung Manusia dengan Allah SWT
Tentunya kita selalu bertanya – Tanya tentang mengapa Indonesia terpuruk? Menyadari tujuan awal penciptaan manusia adalah untuk beribadah, maka manusia harus sadar diri akan tujuan awal mengapa ia diciptakan. Bukankah manusia disiptakan untuk hanya menyembah Allah dan tiada penyekutuan terhadap-Nya?. Beribadah bukan hanya shalat dan mengaji saja, beribadah perlu dilakukan dalam berbagai aspek kehidupn, berdagang bermaksud untuk beribadah kepada Allah dengan Horizontal Connection With other Peoples. Kita berdagang dengan maksud menolong manusia untuk mendapatkan kebutuhan yang diinginkannya.
Apapun Profesi yang dijalani masing – masingmanusia harus diorientasikan Ibadah. Penyanyi dapat beribadah dengan lagunya yang berdakwah kepada manusia lain menuju ke hadirat tuhan. Ibadah yang di kelompokan kepada dua macam (vertical dan horizontal) tentunya harus selalu dzikir (ingat) bahwa Allah tahu apa yang dirasakan dan di fikirkan oleh manusia sekalipun terdetik dalam hati yang paling dalam. Idealnya seorang islam adalah semua perkataannya adalah ibadah, semua pekerjaannya bermanfaat, ngerumpinya merumpi ala intelek alias membahas perbaikan, baik sector diri sendiri terlebih pembahasan orang lain. Sehingga dalam kehidupannya, setiap detik adalah dzikir (ingat) kepada Allah, dzikir bukan hanya mengucapkan kalimah thayibah saja, dzikir adalah landasan fundamental kita yang selalu mengkaitkan segala bentuk perbuatan kita dengan Allah. Ketika akan melakukan sesuatu, kita dzikir bahwa kita tidak sendiri, kita bersama Allah yang selalu melihat dan memerintahkan dua malaikatnya mencatat amal perbuatan kita untuk dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Fikir, Mediator Gagas Terobosan
Pasca dzikir, tentunya kita perlu berfikir. Berfikir akan hal terkecil yang sering kita lupakan hingga yang sangat besar sekalipun Allah memerintahkan kepada kita untuk selalu menggunakan akal yang telah diberikan untuk dipergunakan demi kemaslahatan umat. Tidak ada manusia yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, melainkan ia harus belajar dengan segala kesempatan yang diberikan Allah, 24 jam dalam sehari kepada keseluruhan umat harus benar – benar difikirkan dengan baik sisi manajerialnya.
Adalah Habibie (tokoh nasional Indonesia) beliau pun sama diberikan waktu 24 jam sehari dan hitungan yang sama lainnya seperti Minggu dalam satu bulan, bulan dalam satu tahun dsb, namun karena beliau berfikir manajemen waktu dengan baik hingga ia dapat merasakan hasil yang belum pernah ia duga sebelumnya. Itulah bukti nyata dari buah fikiran. Analogikan Otak yang diberikan adalah seorang raksasa tertidur, ia harus dibangunkan, di stimulus dengan baik dan mengguncang dunia. Ada suatu hal ironis mengenai Indonesia, Amerika berani membayar otak – otak bangsa Indonesia, dalam pandangannya otak Indonesia otak yang masih original (tidak pernah dipakai sekalipun) apakah hal ini akan terjadi terus menerus hingga akhir Dunia, Indonesia tidak dapat mempergunakan pemberian Allah dengan baik.
Berfikir sejenak untuk perubahan lebih baik daripada beribadah tanpa mengajak manusia menuju jalan Allah. Banyak sekali manusia yang terjebak dalam pemikiran yang individualistis, ia lebih mengutamakan kehidupan akhiratnya dibandingkan dunia saja. Hal itu sebenarnya wajar karena manusia akan kembali kepada tuhannya dan memeprtanggung jawabkan segala apa yang ia perbuat. Namun tanpa disadari, manusia yang hanya memikirkan akhiratnya ia telah terjebak dengan kehidupan individualistis, tidak pernah memikirkan bagaimana Lonte-lonte (PSK-red) setiap malam menjajakan dirinya sebagai mediator pemuas nafsu.tidak pernah memikirkan bagaimana si Udin dikerumuni lalat hijau di Tempat pembuangan akhir Bantar gebang, tidak memikirkan bagaimana islam yang berkemajuan. Buka mengkritisi sufisme, namun kita yang belum terjebak dengan hal pemisahan urusan duniawiyah dan ukhrowiyah sedapat mungkin membuat balance kehhidupan dunia-akhirat agar untuk membangun rumah ibadah tidak perlu lagi membuat kotak amal ataupun minta-minta di bus kota, Islam berkemajuan dapat membangun sarana dan pra sarana secara swadaya dan tanpa menggantungkan kepada selain Allah.
Ikhtiar, Pilar Kemandirian Individu Dan Bangsa
Spekulasi (Berjudi) adalah salah satu dari usaha memperbaiki sector financial. Sayangnya, metode – metode seperti itu terbatas oleh hokum Negara dan agama. Dikarenakan berjudi akan membuat salah satu pihak merugi. Karena kekalahan yang di deritanya. Penulis mencoba membuat suatu perbandingan dengan spekulasinya Allah (judi manusia dengan Spekulasinya Allah berlawanan 100%) jika manusia berjudi ada kalah, namun jika manusia berspekulasi dengan Allah tidak ada kekalahan, yang ada kemenangan terus menerus. Hal ini termaktub dalam Al-quran surat Ash-Shaf ayat 10-11 yang artinya:
• Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (10)
• (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (11)
Disini Allah mengajak suatu pengundian nasib dengan menyatakan perniagaan yang menyelamatkan dari adzab yang pedih. Jawabannya adalah beriman kepada Allah dan Rasulnya dengan iman yang sebenar – benarnya iman dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa. Ini semua akan menunjukan dan mengarahkan spekulasi manusia-allah menuju suatu keberhasilan di dunia akhirat. Sehingga benar adanya spekulasi manusia-manusia sangat bersebrangan dengan spekulasi manusia-tuhan.
Kesimpulannya, dzikir fakir ikhtiar memang merupakan elemen untuk menjadi pendukung dan pilar kemandirian Indonesia menyongsong abad-22 yang lebih kompetitif.
Read More..

Pembangunan Akhlakul Karimah

“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”. (Al-A’raaf: 199)

Ayat ini menurut Az-Zamaksyari dan Ibnu Asyur termasuk kategori “Ajma’u Ayatin fi Makarimil Akhlak”, ayat yang paling komprehensif dan lengkap tentang bangunan akhlak yang mulia, karena bangunan sebuah akhlak yang terpuji tidak lepas dari tiga hal yang disebutkan oleh ayat diatas, yaitu mema’afkan atas tindakan dan prilaku yang tidak terpuji dari orang lain, senantiasa berusaha melakukan dan menyebarkan kebaikan, serta berpaling dari tindakan yang tidak patut.

Imam Ar-Razi pula memahami ayat ini sebagai manhaj yang lurus dalam bermu’amalah dengan sesama manusia yang jelas menggambarkan sebuah nilai akhlak yang luhur sebagai cermin akan keluhuran ajaran Islam, terutama di tengah ketidak menentuan bangunan akhlak umat ini.
Secara tematis, mayoritas tema surah Al-A’raaf memang berbicara tentang prilaku dan perbuatan tidak bermoral dan jahil orang-orang musyrik, maka menurut Ibnu ‘Asyur, sesungguhnya ayat ini merupakan solusi yang ditawarkan oleh Al-Qur’an atas perilaku umumnya orang-orang musyrik. Bahkan posisi ayat ini yang berada di akhir surah Al-A’raaf sangat tepat dijadikan sebagai penutup surah dalam pandangan Sayid Quthb dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’an karena merupakan arahan dan taujih langsung Allah swt kepada Rasul-Nya Muhammad saw dan orang-orang yang beriman bersama beliau saat mereka berada di Makkah dalam menghadapi kebodohan dan kesesatan orang-orang jahiliyah di Makkah pada periode awal perkembangan Islam.
Berdasarkan tematisasi ayat yang berbicara tentang akhlak mema’afkan, maka ayat yang mengandung perintah mema’afkan ternyata ditujukan khusus untuk Rasulullah SAW sebagai teladan dalam sifat ini. Dalam surah Al-Baqarah: 109 misalnya, Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw agar tetap menjunjung tinggi akhlak mema’afkan kepada setiap yang beliau temui dalam perjalanan dakwahnya. Allah swt berfirman, “Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Bahkan dalam surah Ali Imran: 159, Allah menggambarkan rahasia sukses dakwah Rasulullah saw yang dianugerahi nikmat yang teragung dari Allah swt yaitu nikmat senantiasa bersikap lemah lembut, lapang dada dan mema’afkan terhadap perilaku kasar orang lain , “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
Secara redaksional, perintah mema’afkan dalam ayat Makarimil Akhlak di atas bersifat umum dalam segala bentuknya. Ibnu ‘Asyur menyimpulkan hal tersebut berdasarkan analisa bahasa pada kata “Al-Afwu” yang merupakan lafadz umum dalam bentuk “ta’riful jinsi” (keumuman dalam jenis dan bentuk mema’afkan). Mema’afkan disini bisa diartikan sebagai sikap berlapang dada, tidak membalas prilaku buruk orang, bahkan mendoakan kebaikan untuk mereka. Namun tetap keumuman Al-Afwu disini tidak mutlak dalam setiap keadaan dan setiap waktu, seperti terhadap orang yang membunuh sesama muslim dengan sengaja tanpa alasan yang benar, atau terhadap orang yang melanggar aturan Allah swt secara terang-terangan berdasarkan nash Al-Qur’an dan hadits yang mengecualikan keumuman tersebut.
Demi keutamaan dan keagungan kandungan ayat diatas, Rasulullah saw menjelaskannya sendiri dalam bentuk tafsir nabawi yang tersebut dalam musnad Imam Ahmad dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah saw pernah memberitahukan kepadanya tentang kemuliaan akhlak penghuni dunia. Rasulullah saw berpesan: “Hendaklah kamu menghubungkan tali silaturahim dengan orang yang justru berusaha memutuskannya, memberi kepada orang yang selalu berusaha menghalangi kebaikan itu datang kepadamu, serta bersedia mema’afkan terhadap orang yang mendzalimimu”.
Penafsiran Rasulullah saw terhadap ayat diatas sangat jelas korelasinya. Seseorang yang menghubungkan silaturahim kepada orang yang memutuskannya berarti ia telah mema’afkan. Seseorang yang memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian berarti ia telah datang kepadanya dengan sesuatu yang ma’ruf. Serta seseorang yang memaafkan kepada orang yang telah berbuat aniaya berarti ia telah berpaling dari orang-orang yang jahil.
Bahkan secara aplikatif, perintah ayat ini mampu membendung emosi Umar bin Khattab saat mendengar kritikan pedas Uyainah bin Hishn atas kepemimpinan Umar. Uyainah berkata kepada Umar, “Wahai Ibnu Khattab, sesungguhnya engkau tidak pernah memberi kebaikan kepada kami dan tidak pernah memutuskan perkara kami dengan adil”. Melihat reaksi kemarahan Umar yang hendak memukul Uyainah, Al-Hurr bin Qays yang mendampingi saudaranya Uyainah mengingatkan umar dengan ayat Makarimil Akhlak, “Ingatlah wahai Umar, Allah telah memerintahkan nabi-Nya agar mampu menahan amarah dan mema’afkan orang lain. Sungguh tindakan engkau termasuk prilaku orang-orang jahil”. Kemudian Al-Hurr membacakan ayat ini. Seketika Umar terdiam merenungkan ayat yang disampaikan oleh saudaranya. Dan semenjak peristiwa ini, Umar sangat mudah tersentuh dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang menegur tindakan atau prilakunya yang kurang terpuji. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).
Sungguh dalam keseharian kita, di sekeliling kita, tipologi orang-orang jahil, orang-orang yang mengabaikan aturan, norma dan nilai-nilai kebaikan Islam akan sering kita temui. Jika sikap yang kita tunjukkan kepada mereka juga mengabaikan aturan Allah swt, maka bisa jadi kita memang termasuk kelompok orang-orang jahil seperti mereka. Namun kita berharap, mudah-mudahan nilai spritualitas dan moralitas yang telah tertanam selama proses madrasah Ramadhan masih tetap membekas dan mewarnai sikap dan prilaku kehidupan kita, sehingga tampilan akhlak yang mulia senantiasa menyertai ucapan, sikap dan tindakan kita terhadap sesama, untuk kebaikan bersama umat. Allahu A’lam.


Read More..